kalselsatu.com, KABUPATEN BANJAR – Keterbatasan lahan di perkotaan seringkali menjadi kendala bagi masyarakat yang ingin berkebun atau sekadar menikmati hobi bercocok tanam.
Terutama di wilayah-wilayah padat penduduk, minimnya ruang terbuka membuat masyarakat enggan atau kesulitan untuk mulai menanam sayuran sendiri.
Namun, dengan kemajuan teknologi pertanian, konsep urban farming atau pertanian kota kini mulai diterapkan sebagai solusi, salah satunya melalui hidroponik sistem rakit apung.
Ahmad Royani, seorang pegiat hidroponik di Sungai Tabuk, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, adalah salah satu yang berhasil menerapkan sistem ini di pekarangan rumahnya.
Menurut Ahmad, masalah lahan terbatas tidak lagi menjadi penghalang untuk bercocok tanam dengan sistem hidroponik rakit apung.
“Sistem rakit apung ini memungkinkan kita untuk menanam sayuran meskipun di pekarangan rumah yang terbatas,” ujar Ahmad dengan antusias.
Ahmad menjelaskan bahwa hidroponik rakit apung menggunakan styrofoam sebagai media utama untuk mengembangkan tanaman.
“Kami memanfaatkan bak atau wadah dengan ukuran sesuai luas pekarangan rumah, lalu memasang styrofoam sebagai tempat tanaman tumbuh. Sistem ini lebih efisien dibandingkan dengan hidroponik paralon yang lebih umum digunakan,” jelas Ahmad.
Sistem rakit apung atau water culture ini memiliki beberapa kelebihan. Salah satunya adalah ketahanan terhadap pemadaman listrik mendadak.
Ahmad menambahkan, karena sistem ini menyimpan cadangan air yang cukup, tanaman dapat bertahan meskipun ada pemadaman listrik, yang biasanya bisa mengganggu sistem hidroponik lainnya.
Keunggulan lain dari hidroponik rakit apung adalah perawatannya yang relatif mudah dan alami. Ahmad menyatakan bahwa sistem ini tidak memerlukan pemberian nutrisi tambahan yang kompleks.
“Tanaman hanya membutuhkan oksigen dari aerator dan air yang cukup. Kita juga bisa mengontrol pH dan nutrisi dalam air secara sederhana,” ujarnya.
Selain itu, untuk mencegah pertumbuhan lumut pada styrofoam, Ahmad menambahkan alumunium foil sebagai pelapis.
“Foil ini membantu menjaga kebersihan dan mencegah lumut menempel pada media tanam,” imbuhnya.
Meski memiliki banyak keunggulan, Ahmad juga menyadari adanya beberapa kekurangan dalam sistem rakit apung ini. Salah satunya adalah suhu yang terlalu panas, yang dapat mempengaruhi kualitas tanaman.
“Suhu panas bisa menjadi masalah, terutama ketika matahari terik. Akar tanaman bisa membusuk jika terus-menerus terendam air dalam suhu tinggi,” katanya.
Namun, Ahmad sudah menemukan cara untuk mengatasi masalah tersebut dengan memasang para net di bagian atap rumah untuk mengurangi paparan panas matahari yang berlebihan.
Disisi lain sistem hidroponik rakit apung ini dinilai juga menjadi pilihan yang efektif untuk berkebun di lahan terbatas.
“Dengan menggunakan sistem ini, kita tetap bisa memperoleh hasil pertanian yang cukup meskipun ruang yang dimiliki terbatas. Ini juga membantu keluarga dalam menciptakan kemandirian pangan,” ungkap Ahmad.
Ia juga berharap konsep ini dapat semakin populer, terutama di kalangan masyarakat yang tinggal di kawasan perkotaan dengan lahan terbatas.
“Jika lebih banyak orang yang mengembangkan sistem ini, kita bisa mengurangi ketergantungan pada pasar dan mulai menciptakan ketahanan pangan sendiri di rumah,” kata Ahmad, yang kini berhasil memanen berbagai jenis sayuran dengan hasil yang cukup melimpah. (ks)
